Minggu, 23 November 2014

Jadi guru Adalah Kehormatan



JAKARTA - -  Guru penuai wajah masa depan Indonesia, dan di ruang kelas itulah anak-anak dipersiapkan untuk menyongsong masa depan. Sebab itu, menjadi guru adalah suatu kehormatan.
Hal tersebut disampaikan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Anies Baswedan, di kantor Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Jumat (21/11).
“Seiringan dengan rangkaian peringatan Hari Guru Nasional tahun 2014, izinkan saya memulai menyampaikan apresiasi kepada guru-guru kita di seluruh wilayah Indonesia yang telah mengabdi dengan sepenuh hati,” tutur Mendikbud.
Guru hadir di ruang kelas mewakili seluruh masyarakat Indonesia untuk mencerdaskan, mencerahkan, dan membawa anak bangsa kepada masa depan yang lebih baik.
Mendikbud menekankan, pendidikan tidak hanya diselesaikan oleh pemerintah, tetapi perlu adanya pendekatan gotong royong yang memungkinkan semua pihak untuk terlibat.
“Saya mengundang seluruh masyarakat untuk datangi guru-mu, cium tangannya, ucapkan terima kasih, dan tanya kabarnya. Karena guru kita yang mencerdaskan, sehingga kita mendapatkan peningkatan kesejahteraan, dan kehidupan yang lebih baik,” pungkas Mendikbud, seperti dilansir antaranews.com. (***)

Pendidikan Multikultur Menjadi Salah Satu Perekat Kemajemukan



SAMARINDA- - Wakil Gubernur Kalimantan Timur HM Mukmin Faisyal HP mengatakan pendidikan multikultur menjadi salah satu perekat kemajemukan dan menghargai proses pengembangan semua potensi dan pluralitas serta heterogenitas masyarakat.
Melalui siaran pers yang diterima di Samarinda, Minggu, disebutkan pluralitas dan heterogenitas hendaknya menjadi kesadaran yang ditanamkan secara sistematis bagi para peserta didik bahwa sesama warga sama-sama memiliki hak untuk memperoleh pendidikan dan bebas menentukan pilihan pendidikan.

Pada pembukaan The 14th Annual International Conference on Islamic Studies (AICIS/Konferensi Kajian Ilmiah Mahasiswa Islam Internasional) di Balikpapan ia mengatakan pendidikan multikultur diharapkan mampu menempatkan diri peserta didik sebagai bagian dari keseluruhan dan bertanggungjawab menjaga keharmonisan dan kedamaian menuju kesejahteraan bersama.
Selain itu, katanya, pendidikan multikultur salah satu cara menyelamatkan krisis identitas kebudayaan. Multikultur sebagai fitrah tetap akan ada sepanjang zaman dan memiliki banyak kearifan yang diharapkan mampu bertahan dan tidak tertelan kultur global.
Ia mengatakan pendidikan multikultur merupakan sistem yang dapat menghargai, mengkonservasi dan melestarikan berbagai kultur demi keluhuran watak dan peradaban manusia, terutama dalam menghadapi masuknya kultur-kultur (budaya) pada era globalisasi saat ini.
"Melalui pendidikan multikultur maka berbagai pengaruh negatif yang terbawa arus globalisasi baik budaya dan informasi dapat disaring dengan tetap memuliakan pengaruh positif pada masing-masing kultur," ujarnya.
Dalam kesempatan itu Mukmin berharap konferensi mampu menghasilkan pemikiran dan formulasi jelas tentang implementasi pendidikan multikultural menurut konsepsi Islam baik dari sisi tujuan pendidikan, kurikulum, metodologi maupun evaluasi.
"Pengembangan pemikiran dan formula implementasi pendidikan multikultur hendaknya merujuk pada dalil-dalil yang tersurat maupun tersirat dalam Al Quran. Pada dasarnya, multikulturalisme sudah diserukan Islam baik untuk kedamaian maupun kerja sama antar umat beragama, ujar Mukmin.
Konferensi kajian ilmiah yang dibuka Menteri Agama Lukman Hakim Saefuddin digelar selama empat hari sejak 21-24 November diikuti 1.600 peserta dari mahasiswa IAIN seluruh Indonesia dan enam negara (Marokko, Mesir, Inggris, Belanda, Amerika Serikat, Australia, Malaysia dan Qatar), demikian dikutip dari antaranews.com.(***)